Ketua DPD: Presiden dan Wapres Terpilih Pemilu 2024 Punya 3 PR Besar

2024-02-05T03:58:00Z oleh ntb

JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA La Nyalla Mahmud Mattalitti menyebut bahwa calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang terpilih pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 memiliki tiga pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan.

PR tersebut meliputi keadilan fiskal dalam konteks hubungan pusat dan daerah, ketidakadilan ekonomi, serta asas dan nilai bernegara yang telah jauh dari Pancasila.

"Berdasarkan pemetaan yang kami lakukan, PR tersebut berkaitan dengan permasalahan yang masih sulit dituntaskan di berbagai daerah, yakni ketidakadilan dan kemiskinan struktural," ujar La Nyalla pada acara Sarasehan Bersama Calon Presiden (Capres) 2024 bertema “Menatap Kemajuan Daerah dan Sistem Ketatanegaraan” di Kompleks Parlemen DPR, MPR, dan DPD, Jumat (2/2/2024).

Acara ini dihadiri oleh Anies Baswedan. Sementara, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo berhalangan hadir karena ada agenda lain.

Terkait PR keadilan fiskal, jelas Ketua DPD, pemerintah daerah (pemda) saat ini menanggung beban gaji pegawai sebanyak 78 persen dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Sementara, beban gaji pegawai pemerintah pusat hanya 22 persen dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)

Rasio tersebut dinilainya tidak sepadan sehingga berdampak pada pelayanan yang kurang maksimal dari pemda. Agar bisa memberikan pelayanan optimal, setidaknya rasio gaji pegawai APBD pemda adalah 58 persen di pemerintah provinsi dan 59 persen di pemerintah kabupaten/kota.

“Kementerian dengan porsi APBN yang sangat besar memiliki keterbatasan kemampuan rentang kendali hingga ke daerah, terlebih di kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar (3T),” tuturnya.

Kemudian, PR terkait ketidakadilan ekonomi disebabkan oleh ketimpangan pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan sumber ekonomi di daerah. La Nyalla menyebut bahwa pengelolaan SDA di daerah justru memindahkan kantong kemiskinan dan memperparah bencana ekologi.

Hal tersebut tak terlepas dari paradigma pemerintah, yakni pembangunan di Indonesia, bukan membangun Indonesia.

“Investor asing dan swasta diberikan kemudahan untuk menguasai sumber daya daerah demi mengejar pertumbuhan ekonomi dan produk domestik bruto (PDB) nasional,” kata La Nyalla.

PR terakhir, lanjut La Nyalla, asas dan sistem bernegara Indonesia kini telah meninggalkan filosofi dasar dan identitas konstitusi Pancasila.

Menurutnya, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hasil amandemen pada 1999-2002 telah meninggalkan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi. Temuan ini berdasarkan kajian akademik yang dilakukan sejumlah profesor di beberapa perguruan tinggi.

Perubahan pasal dan isi membuat UUD 1945 justru menjabarkan semangat individualisme, dan liberalisme, serta ekonomi yang kapitalistis.

“Akibatnya, bangsa kita semakin tercerabut dari akar budaya dan sejarah kelahirannya," tuturnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, lanjut La Nyalla, DPD menawarkan opsi mengembalikan wewenang MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Opsi ini dapat dipertimbangkan oleh presiden dan wakil presiden terpilih.

Melalui sidang paripurna 14 Juli 2023, DPD menawarkan bangsa Indonesia untuk kembali menerapkan serta menjalankan asas dan sistem bernegara Pancasila sesuai rumusan para pendiri bangsa.

Sistem tersebut disempurnakan dan diperkuat dengan mengakomodasi semangat reformasi. Dengan demikian, praktik penyimpangan yang terjadi pada Orde Lama dan Orde Baru tidak terulang.

“DPD memberi usul untuk menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara sebagai wadah yang utuh bagi semua elemen bangsa. Dengan menjadi lembaga tertinggi, MPR dapat menjadi penjelmaan seluruh rakyat sebagai pemilik kedaulatan yang memberikan arah bangsa," papar La Nyalla.

Pada kesempatan tersebut, Anies memaparkan visi dan misi yang diusungnya, yakni Indonesia adil makmur untuk semua, kepada anggota DPD. Ketimpangan dan ketidaksetaraan yang terjadi di berbagai daerah menjadi prioritas utama yang akan segera dia atasi jika terpilih menjadi presiden.

Anies menjelaskan, filosofi visi misi tersebut adalah mencoba untuk kembali kepada semangat pendirian Republik Indonesia. Menurutnya, tujuan akhir Republik ini didirikan adalah menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Saat didirikan, kalimat yang digunakan adalah ‘dengan rahmat Allah, Tuhan Yang Maha Esa' karena kita bangsa yang berketuhanan sebagaimana sila pertama Pancasila. Sila Kelima sebagai tujuannya, yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia," ujar Anies.

Setelah 78 tahun berdiri, Anies melihat sejumlah daerah lebih tertinggal dari daerah lain.

Ia mencontohkan, indeks pembangunan manusia (IPM) di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera pada 2022 mencapai 74. Sementara itu, IPM di luar Pulau Jawa dan Sumatera hanya sebesar 69.

"Saat melihat angka 5 poin jangan dipandang semata-mata 5 poin, tapi pandang ini sebagai 10 tahun selisihnya," imbuh dia.

Anies menginginkan semua anak Indonesia, baik yang lahir di Jawa maupun luar Jawa, mendapat kesempatan yang sama untuk meraih masa depan. Oleh karena itu, fasilitas pendukung juga harus baik dan merata di berbagai daerah.

Setelah memaparkan visi dan misi, Anies mendapatkan berbagai pertanyaan dari para panelis yang terdiri dari perwakilan Komite I DPD, Komite II DPD, Komite III DPD, Komite IV DPD, Ketua Kelompok DPD, serta Ketua DPD.

Menjawab pertanyaan dari Komite I terkait otonomi daerah, Anies menjelaskan bahwa gagasan itu bermula dari tujuan desentralisasi yang dimulai pada 1999. Saat itu, Indonesia berada pada situasi unik karena pemerintahannya masih bercorak sentralisasi.

Oleh karena itu, Indonesia melakukan demokratisasi pasca-Orde Baru karena kapasitas pusat tidak memungkinkan menerapkan kebijakan hingga ke tingkat lokal ketika masih terpusat.

“Tujuan pemberlakuan otonomi daerah agar pelayanan lebih cepat dan aspirasi di daerah dapat cepat terserap. Jarak antara rakyat dan pengelola anggaran menjadi lebih dekat,” katanya.

Di sisi lain, Anies memandang, pembentukan daerah otonomi baru (DOB) perlu dilakukan jika berlandaskan alasan teknokratis.

Ia mencontohkan, pembentukan Kabupaten Bogor Barat perlu dilakukan karena dapat memudahkan masyarakat yang tinggal di kawasan Bogor bagian barat dalam mengakses fasilitas pemerintahan. Pasalnya, selama ini, masyarakat yang tinggal di Parung Panjang harus pergi Cibinong untuk mengurus keperluan administrasi.

“Apabila landasannya teknokratis, hal itu layak untuk dikembangkan. Namun, bila landasannya adalah konstelasi politik elite lokal yang tidak bisa dipersatukan, DOB tak layak untuk dikembangkan," papar Anies.

La Nyalla pun menanyakan tanggapan Anies terhadap kajian akademik DPD RI mengenai wacana kembali kepada UUD 1945 naskah asli dan proposal kenegaraan DPD.

Anies menjawab bahwa perlu ruang dialog yang lengkap dan melibatkan seluruh stakeholder bangsa. Menurutnya, saat ini, terdapat 560 definisi demokrasi. Demokrasi yang dibayangkan bisa berbeda dalam pandangan orang atau kelompok lain.

Oleh karena itu, perumusan sistem demokrasi perlu melibatkan banyak unsur dan waktu untuk membahasnya. Dengan demikian, hasil yang nanti dirumuskan bisa sesuai yang diinginkan DPD.

“Kami melihat esensinya harus berorientasi pada janji kemerdekaan, amanat konstitusi, dan sejalan dengan penuntasan PR kesejahteraan rakyat," terang Anies.

Ia pun meminta wacana yang digulirkan DPD RI untuk diberikan ruang perdebatan yang cukup. Hal ini bertujuan agar keputusan yang dihasilkan tidak elitis dan mendapat legitimasi yang kuat dari rakyat.

Sumber : https://nasional.kompas.com/read/2024/02/04/20170041/ketua-dpd--presiden-dan-wapres-terpilih-pemilu-2024-punya-3-pr-besar?page=all.