Berita DPD di Media

Beranda

ยป

Berita DPD di Media

BKSP DPD RI Dorong Tingkatkan Kerja Sama Indonesia-Kamboja

2024-07-05T02:39:00Z oleh ntb

JAKARTA–Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP) DPD RI berharap Indonesia dan Kamboja bisa mempererat hubungan kedua negara melalu pengembangan dialog dan pertukaran informasi keparlemenan antara DPD RI dan Senat Kamboja. Kedua negara ini dinilai memiliki banyak potensi untuk dikerjasamakan dan dikembangkan di berbagai bidang. “Potensi ini perlu dikelola melalui penguatan jejaring anggota senat dan dialog-dialog untuk mendorong kerja sama yang praktis namun memiliki dampak positif di masa yang akan dating,’’ ucap Ketua BKSP DPD RI, Darmansyah Husein saat Rapat Kerja dengan Duta Besar Kamboja untuk Indonesia, di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Kamis (4/7/2024). Senator asal Bangka Belitung (Babel) ini juga menyambut baik terpilihnya Yang Mulia Hun Sen sebagai Presiden Senat Kamboja. Dengan ketokohannya sebagai negarawan dan politisi berpengalaman di Kamboja dan ASEAN, maka kehadirannya memiliki gaung positif bagi senat di Kawasan Asia Tenggara. “Kami berharap dapat mengadakan dialog dengan Senat Kamboja dalam waktu dekat untuk memperkuat hubungan bilateral dan kerja sama antara kedua lembaga setara senat kedua negara. Idealnya wadah untuk memperkuat dialog dan interaksi tersebut dipayungi oleh sebuah grup kerja sama bilateral, yang bertugas mengkoordinasikan dan mengkomunikasikan langkah-langkah dialog dan kerja sama yang akan dikembangkan kedua lembaga negara,’’ ungkap Darmansyah. Sementara itu, Wakil Ketua BKSP DPD RI, Maya Rumantir juga mengharapkan Indonesia dan Kamboja bisa meningkatkan hubungan bilateral di sektor ekonomi kreatif seperti UMKM. Menurutnya, UMKM di Indonesia sangat bervariasi dan memiliki produk-produk unggulan. “UMKM di Indonesia sangat bervariasi dan unggulan, maka sudah sepatutnya ditingkatkan kerja sama di sektor ini,’’ harapnya. Di kesempatan yang sama, Anggota DPD RI asal Provinsi Jawa Barat, Eni Sumarni menjelaskan, bahwa Indonesia memiliki beragam potensi sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni. Maka, sudah tepat bila Indonesia dan Kamboja mempererat hubungan bilateral dalam sektor SDA dan SDM. “Kami memiliki SDA dan SDM yang setiap daerah berbeda-beda, maka sangat tepat bila kita mempererat kerja sama ini,’’ jelasnya. Dubes Kamboja, Tean Samnang mengatakan bahwa kedua negara memiliki ikatan kerja sama selama 65 tahun. Terlebih Indonesia juga telah memberikan dukungan di saat rekonsiliasi pada tahun 1980 hingga 1990. “Jadi kedua negara sudah seperti saudara karena kita sudah memiliki ikatan sejak lama,’’ katanya. Tean Samnang menambahkan, Kamboja dan Indonesia memiliki banyak peluang kerja sama yang perlu ditingkatkan. Untuk itu, ia menyarankan adanya pembahasan yang lebih intens antara Senat Kamboja dengan DPD RI. “Kami telah mencatat pesan dari DPD RI yang nantinya akan kami sampaikan kepada pimpinan untuk segera ditindaklanjuti,’’ ujarnya. Sumber : https://radarlombok.co.id/bksp-dpd-ri-dorong-tingkatkan-kerja-sama-indonesia-kamboja.html

DPD RI Sampaikan Poin Penting dalam Rapat Banleg

2024-07-04T02:25:00Z oleh ntb

Lhokseumawe - Komite IV DPD RI menyampaikan sejumlah poin penting dalam rapat dengan Badan Legislasi (Banleg) DPR RI dan pihak pemerintah yang membahas Daftar Isian Masalah (DIM) Rancangan Undang - Undang (RUU) Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Rapat gabungan tersebut berlangsung di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa (2/7/2024). Turut hadir Menteri PPN/Bappenas Dr. Ir. H. Suharso Monoarfa M.A., Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo S.H. M.H., serta perwakilan Kementerian Hukum dan HAM. Wakil Ketua Komite IV DPD RI, Dra. Elviana M.Si., menyampaikan sejumlah poin yang menjadi sorotan DPD RI pada pembahasan RUU RPJPN 2025-2045. Isu utama lainnya yang disampaikan yaitu perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan RPJPN 2005-2025. “Berbagai target RPJPN 2005-2025 tidak tercapai pada tahun 2023. Kami meminta pemerintah untuk menindaklanjuti dan memperbaiki evaluasi ini dalam RPJPN 2025-2045,” tegas Elviana. Adapun sejumlah poin penting dari DPD RI antara lain soal pentingnya pembangunan berbasis potensi lokal dan dukungan terhadap otonomi daerah. DPD RI juga menyoroti urgensi penguatan otonomi daerah dan desentralisasi. Kemudian juga menekankan pentingnya sinergi kebijakan fiskal pusat dan daerah yang berkesinambungan. Selain itu, DPD RI juga mengusulkan agar program wajib belajar diperpanjang menjadi 15 tahun dengan dukungan anggaran yang cukup. Pemerataan pendidikan yang berkualitas juga harus mencakup jalur pendidikan non-formal, baik umum maupun agama, untuk memastikan kualitas lulusan setara dengan pendidikan formal, Isu ketahanan pangan dan energi juga menjadi perhatian serius. Sementara, anggota Komite IV DPD RI asal Aceh, H. Sudirman, S.Sos atau Haji Uma menambahkan untuk mengakomodasi aspirasi dan kepentingan daerah. Hal itu disampaikan saat dimintai keterangannya terkait poin pandangan DPD RI disela rapat. "Pemerintah harus memberi perhatian atas kepentingan daerah dalam perencanaan pembangunan. Selain itu, peningkatan kesejahteraan melalui penurunan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan antar wilayah dan antar kelompok pendapatan menjadi prioritas utama."tambah Haji Uma. Haji Uma menyebutkan, DPD RI juga memberi perhatian bagi Alokasi anggaran untuk Transfer ke Daerah (TKD) yang harus seimbang dengan belanja pemerintah pusat, khususnya bagi daerah penghasil Sumber Daya Alam (SDA). "DPD RI yang dalam hal ini diwakili Komite IV juga memberi perhatian terkait TKD yang seimbang dengan belanja pemerintah pusat, terutama bagi daerah penghasil SDA, misalnya Aceh, Papua dan daerah lainnya", ujar Haji Uma. Sumber : https://www.rri.co.id/nasional/800591/dpd-ri-sampaikan-poin-penting-dalam-rapat-banleg

Raker Dengan Menteri ATR/BPN, Komite I DPD RI Beberkan Masalah Pertanahan di Daerah

2024-07-03T01:19:00Z oleh ntb

JAKARTA – Berbagai masalah terkait pertanahan di daerah disampaikan langsung di hadapan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI (Menteri ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam Rapat Kerja (Raker) Komite I DPD RI, pada Selasa (2/7/2024). “Dari 66.000 desa yang ada di Indonesia, kurang lebih 22.000 desa ada di kawasan hutan, dan masyarakat di desa kawasan hutan itu hingga saat ini terus menuntut untuk diterbitkan sertifikat hak atas tanahnya,” ucap Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi di Gedung DPD RI, Jakarta. Sementara itu Senator asal Sumatera Selatan Jialyka Maharani mengeluhkan pelayanan di Kantor Pertanahan Sumatera Selatan terutama di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang tidak memuaskan. “Pelayanan di Kantor ATR/BPN di OKI tidak memuaskan karena pelayanan berbelit, kedatangan petugas pengukur tanah yang cukup lama dan kelalaian karena ada sertipikat tanah yang hilang di kantor tersebut,” pungkas Jialyka. Di sisi lain Anggota DPD RI asal Jawa Barat Asep Hidayat ikut menyampaikan permasalahan terkait kecacatan administrasi pada sistem pendataan Kementerian ATR/BPN. “Di Jawa Barat banyak permasalahan mengenai sertifikat ganda yang kami curigai diakibatkan kelemahan pengelolaan sistem informasi internal ATR/BPN, begitupula dalam banyaknya kasus pembatalan sertifikat yang disebabkan oleh kecacatan administrasi,” imbuh Asep. Menanggapi hal tersebut, AHY berkomitmen untuk menciptakan zona integritas dan terus membenahi internal Kementerian ATR/BPN serta bekerjasama dengan penegak hukum untuk menindak tegas oknum nakal terutama untuk permasalahan mafia tanah. “Kami serius membangun zona integritas di lingkungan Kementerian ATR/BPN karena kami tidak mau sumber masalah justru terjadi di internal kami baik pusat maupun daerah,” jawab AHY. Di akhir rapat, AHY tidak lupa menyampaikan apresiasi, penghargaan, sekaligus rasa terima kasih yang setinggi-tingginya kepada para Senator, khususnya di Komite I DPD RI. “Kami sangat mengapresiasi kerja keras DPD RI dalam melakukan pengawasan atas berbagai kasus sengketa tanah, mafia tanah maupun kurangnya pelayanan di kantor Kementerian ATR/BPN di berbagai daerah, karena hasil pengawasan yang DPD RI sampaikan telah memudahkan kami untuk menyelesaikan berbagai masalah pertanahan dan melakukan evaluasi,” tegas AHY. Sumber : https://www.balipuspanews.com/raker-dengan-menteri-atr-bpn-komite-i-dpd-ri-beberkan-masalah-pertanahan-di-daerah.html

Ketua DPD RI Minta Pemerintah Fokus Tanggapi Keluhan Apindo

2024-07-02T01:36:00Z oleh ntb

JAKARTA – Keluhan yang disampaikan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) terkait tingginya biaya berbisnis di Indonesia dibanding negara tetangga di ASEAN harus direspon cepat dengan menyisir setiap pos biaya untuk diberi solusi. Karena menurut Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti keluhan pengusaha ini selain berdampak domino, juga bisa merugikan daerah, karena sebagian perusahaan berinvestasi dan beroperasi di daerah. Yang eksisting bisa keluar, yang rencana investasi bisa batal. “Kalau itu terjadi, relokasi perusahaan atau investasi yang batal, yang terpukul daerah. Karena bagi daerah, keberadaan perusahaan, terutama industri manufaktur padat karya, itu sangat menolong perekonomian di daerah, terutama dari sisi penyerapan tenaga kerja,” ungkap LaNyalla di Jakarta, Senin (1/7/2024). Karena itu, mantan Ketua KADIN Jatim itu minta kementerian terkait menyisir semua pos biaya yang disampaikan Apindo. Sedangkan untuk pos biaya yang sulit diturunkan, seperti ongkos tenaga kerja/buruh, harus dikompensasi dari pos lainnya. Sehingga total biaya doing of business di Indonesia kompetitif. “Upah buruh di Indonesia sudah menggunakan minimum living cost. Sehingga living costnya yang dipastikan tidak terus naik. Atau bahkan turun. Kawasan industri di Singapura dan China sudah membangun rusun untuk buruh dan shuttle bus gratis. Sehingga living cost buruh bisa rendah, itu salah satu contoh saja,” urainya. Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani menyampaikan bahwa perusahaan maupun investor cenderung mengeluarkan biaya paling tinggi saat berbisnis di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara tetangga di ASEAN-5 lainnya. ASEAN-5 merujuk kepada Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Apindo menyebut persoalan tingginya cost of doing business di Indonesia membuatnya kurang kompetitif di kawasan ASEAN-5. “Indonesia memiliki biaya tertinggi untuk logistik, energi, tenaga kerja, dan pinjaman di antara negara-negara ASEAN-5,” katanya. Menurutnya, upah minimum di Indonesia mencapai US$329 per bulan, di atas rata-rata ASEAN-5 sebesar US$302. Malaysia dan Filipina memiliki upah minimum yang sama, yaitu US$329, sementara Thailand mencapai US$313. Vietnam memiliki upah minimum terendah sebesar US$209. Sementara tingkat suku bunga pinjaman di Indonesia berkisar antara 8-14%, lebih tinggi dari rata-rata ASEAN-5 4-6%. Biaya logistik perdagangan Indonesia juga mencapai 23,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai 13% dan Singapura 8%. “Meskipun Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) mengklaim bahwa biaya logistik Indonesia telah turun menjadi 14% dari PDB, LPI (indeks kinerja logistik atau logistics performance index) 2023 mengatakan sebaliknya,” kata Shinta. LPI menilai kinerja logistik perdagangan suatu negara dalam skala 5 poin, dengan mempertimbangkan faktor-faktor, seperti ketepatan waktu dan kompetensi logistik. Pada 2023, LPI Indonesia menempati peringkat 61 dari 139 negara dengan meraih skor keseluruhan 3. Malaysia mendapatkan skor 3,6, sedangkan Thailand mendapatkan 3,5. Vietnam dan Filipina masing-masing mendapatkan skor 3,3. Dari segi biaya, Indonesia menjadi yang paling kompetitif dalam hal ekspor. Biaya ekspor barang dari Indonesia hanya sebesar US$211. Tetapi, waktu yang dibutuhkan untuk mengekspor mencapai 56 jam, jauh lebih lama dibanding rata-rata 45 jam di ASEAN-5. Waktu impor di Indonesia sekitar 106 jam, hampir dua kali lipat dari waktu rata-rata di ASEAN-5 (58 jam). Biaya impor Indonesia juga merupakan yang termahal di ASEAN-5, mencapai US$164 dibandingkan dengan rata-rata US$104. Sumber : https://www.balipuspanews.com/ketua-dpd-ri-minta-pemerintah-fokus-tanggapi-keluhan-apindo.html

Komite I DPD RI Membahas Kompleksitas Implementasi UU Desa

2024-06-26T02:50:00Z oleh ntb

Banda Aceh - Terbitnya perubahan UU No 6 Tahun 2014 menjadi UU No 3 Tahun 2024 Tentang Desa diharapkan mampu menjawab dalam implementasinya untuk mewujudkan desa yang lebih maju mandiri dan sejahtera. "Desa diharapkan menjadi kekuatan/sentra pembangunan, tidak hanya berorientasi daerah perkotaan saja," ungkap Wakil Ketua Komite I Filep Wamafma membuka RDP terkait pengawasan terhadap UU Desa No 3 Tahun 2024, di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/6/2024). Saat ini, menurut Filep persoalan terkait desa tidak bisa dijawab hanya satu kementerian saja karena ada keterkaitan dengan fungsi tugas yang melibatkan lintas kementerian. "Tapi hal itu juga mengakibatkan adanya tumpang tindih kewenangan dalam mengatasi persoalan terkait desa,” kata Filep. Wakil Ketua DPD RI Periode 2017-2019 Ahmad Muqowam pada rapat dengar pendapat terkait pengawasan terhadap UU Desa No 3 Tahun 2024 mengatakan, DPD RI mempunyai kepedulian terhadap daerah dan desa. Menurutnya DPD harus mempu berbicara kepada pemerintah bahwa implementasi UU tersebut di bawah dalam hal ini adalah desa masih susah dilakukan meski sudah ada perubahan. "Sampai saat ini, ketika bicara masalah keadilan dalam alokasi dana desa saja masih tidak sesuai kondisi dan karakteristik desa, karena masih dipukul rata, padahal kebutuhan berbeda-beda," ucap Muqowam. Ahmad Muqowam melanjutkan, Komite I harus mengawal pelaksanaan UU Desa ini agar tetap pada semangat awal pembentukan dari UU tersebut. "Komite I DPD RI harus mengawal ketat terhadap pelaksanaan UU Desa ini," bebernya. Menanggapi hal itu, Anggota DPD RI asal Bangka Belitung Darmansyah Husein mengungkapkan desa harus menjadi muara atau menjadi prioritas dalam pembangunan. "Desa bukan hanya menjadi objek tapi menjadi subjek pembangunan,” tukasnya. Pada kesempatan yang sama, Anggota DPD RI asal Sulawesi Selatan Ajiep Padindang melihat bahwa UU Desa yang diubah sekarang ini karena adanya tuntutan keras dari bawah terhadap masa jabatan kades dan tuntutan kenaikan dana desa. "Perubahan seharusnya lebih kepada penguatan tatanan desa,” katanya. Sementara itu, Anggota asal Bali Gede Ngurah Ambara Putra mengungkapkan, UU Desa harus mampu membuat potensi-potensi desa lebih dikedepankan, sehingga desa mampu maju dan memberdayakan diri. "Potensi masing-masing desa beragam, semua harus diberdayakan sesuai karakteristiknya," tuturnya. Senada dengan itu, Anggota DPD RI Jawa Tengah Abdul Kholik sepakat bahwa perlu rapat kerja dengan kementerian untuk mengkosolidasikan hasil pengawasan terhadap UU Desa. "Ini menjadi evaluasi yang harus kita rumuskan bersama untuk kebaikan desa," bebernya. Menutup rapat, Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi menyoroti UU Desa seyogyianya disusun untuk mewujudkan model pembangunan desa secara hybrid, yang menggabungkan pendekatan top down (membangun desa) dan bottom up (desa membangun), di berbagai wilayah Indonesia. "Komite I akan terus mengawasi implementasi UU Desa ini, agar pelaksanaannya tetap on track," pungkasnya. Sumber : https://www.rri.co.id/hukum/778761/komite-i-dpd-ri-membahas-kompleksitas-implementasi-uu-desa

Sambangi DPD RI, Mantan Ketua MPR Amien Rais Dukung Amandemen Ulang Konstitusi

2024-06-25T02:38:00Z oleh ntb

Jakarta – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dan beberapa anggota DPD RI bertemu dengan Mantan Ketua MPR RI Amien Rais di Kantor DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/6/2024). Dalam silaturahmi tersebut, selain membahas kondisi bangsa saat ini dan perbaikannya ke depan, LaNyalla dan Amien Rais secara khusus juga membicarakan Amandemen UUD 1945. Mendampingi Amien Rais, turut hadir Ustadz Sambo dan Ridho Rahmadi (Ketua Partai Ummat). Hadir juga anggota DPD RI dapil Banten Habib Ali Alwi, Fachrul Razi (Aceh), Tamsil Linrung (Sulawesi Selatan), Sekjen DPD RI Rahman Hadi, Stafsus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin dan Dosen Ilmu Politik UI Dr Mulyadi. Dalam kesempatan itu LaNyalla menyampaikan DPD RI sengaja mengundang Prof Amien Rais agar memberikan masukan terkait penguatan dan penyempurnaan UUD 1945 naskah asli yang saat ini masih diperjuangkan oleh DPD RI. Apalagi dalam beberapa kesempatan terakhir Amien Rais menyadari bahwa ada kekeliruan dari Amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 hingga 2002 silam. “Kami di DPD RI berterima kasih atas kehadiran Prof Amien Rais. Sengaja kami meminta ilmu, apa yang harus kami lakukan untuk kembali menerapkan UUD 1945 naskah asli untuk kemudian kita sempurnakan dan perkuat melalui Amandemen dengan teknik Adendum, dengan tujuan mempercepat terwujudnya cita-cita lahirnya negara ini,” katanya. Disampaikan LaNyalla, bahwa keinginan amandemen konstitusi dengan teknik adendum bukan keinginan pimpinan DPD, namun hal itu merupakan aspirasi dari berbagai lapisan masyarakat yang ditampung DPD dan kemudian disahkan dalam sidang paripurna DPD RI pada 14 Juli 2023. Materi adendum tersebut menurut LaNyalla dituangkan oleh DPD RI dalam lima proposal kenegaraan, yang telah difinalkan dalam bentuk Kajian Akademik. “Kami berharap sekali, Prof Amien Rais bersama kami di DPD RI untuk mengawal Prabowo sebagai Presiden terpilih untuk memperkuat Pancasila dab Konstitusi dengan cara mengembalikan UUD 1945 ke naskah asli, untuk kemudian dilakukan adendum terhadap beberapa hal untuk memastikan tercapainya Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera,” ujar dia. Amien Rais menyampaikan bahwa UUD 1945 bukan kitab suci, sehingga boleh saja disempurnakan supaya sesuai dengan kondisi dan perkembangan zaman. Hanya saja dia berpesan perubahan yang dimasukkan benar-benar tepat dan membawa kemaslahatan bagi bangsa dan negara. “Saya senang dengan tujuan Pak Nyalla dan DPD RI ini, tinggal bagaimana perubahan di materi adendumnya itu seperti apa. Karena kalau sekedar kembali seperti dulu atau naskah asli saja, itu sudah tidak ‘njamani’, konteksnya sudah beda. Sekarang terpulang kepada kita semua. Kita negara demokrasi sehingga pikiran itu harus dibuka. Jangan takut dengan pertukaran pikiran,” jelasnya. Dalam kesempatan itu Amien Rais juga menyadari kesalahannya pada saat itu yang melucuti kekuasaan MPR sehingga tidak menjadi lembaga tertinggi yang memilih presiden dan wakil presiden. Dimana kemudian Presiden dipilih langsung oleh rakyat. “Itulah kebodohan kami dahulu. Karena kami menilai tidak mungkin ratusan juta orang bisa dibeli suaranya dengan uang. Mana mungkin menyogok 120 juta pemilih. Ternyata uang itu tidak masalah. Buktinya dengan Rp 10 triliunan bisa menyuap rakyat, akibatnya sekarang mental rakyat kita pragmatis dan materialistis,” katanya. Kepada DPD RI, Amien Rais juga berharap diperkuat. Menurutnya DPD RI saat ini kurang gigi. Padahal DPD RI merupakan lembaga negara yang lebih netral, diisi oleh orang-orang yang tidak dibayangi oleh transaksi politik. “Mestinya lembaga DPD RI lebih unggul tapi maaf-maaf kok agak disfungsional. Mungkin nanti kalau ada Sidang Umum MPR perlu diberikan kekuatan melalui adendum untuk ikut tentukan masa depan bangsa kita,” paparnya. Sumber : https://beritakota.id/sambangi-dpd-ri-mantan-ketua-mpr-amien-rais-dukung-amandemen-ulang-konstitusi/

Komite I DPD RI Segera Rampungkan Revisi UU Pemda

2024-06-12T04:26:00Z oleh ntb

JAKARTA – Komite I DPD RI pada Tahun 2024 ini memprioritaskan penyusunan RUU inisiatif DPD RI tentang Perubahan Kelima UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan telah menyelesaikan tahapan finalisasi melalui Sidang Pleno Komite I DPD RI, Senin (10/6/2024). Kegiatan finalisasi dipimpin langsung oleh Ketua Komite I DPD RI H. Fachrul Razi, M.IP., MH. bersama dengan para Wakil Ketua yaitu Prof. Sylviana Murni dan Dr. Filep Wamafma. Selain itu dihadiri juga oleh para Senator dan Tim Ahli di bawah pimpinan Prof. Djohermansyah Djohan. Beberapa isu strategis diangkat menjadi substansi RUU, diantaranya mengenali penataan daerah, urusan pemerintahan, kelembagaan, keuangan daerah, pembinaan dan pengawasan dan sebagainya. Di antara isu-isu tersebut salah satu isu yang diangkat menjadi materi revisi UU Pemda antara lain mengenai penataan daerah. Hingga saat ini terdapat barrier besar yang menghambat pemekaran daerah, yaitu belum terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) tentang Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) sebagaimana diamanatkan oleh UU Pemda. Dengan belum diterbitkan PP tentang Desartada sampai dengan saat ini oleh pemerintah berdampak pada terhambatnya pemekaran daerah. Padahal, sudah lebih dari 186 calon daerah otonom baru (DOB) yang menyampaikan aspirasinya kepada DPD RI untuk dimekarkan. Dalam naskah RUU Perubahan atas UU Pemda, Komite I membuat terobosan hukum dengan memformulasikan rumusan yang progresif terkait pemekaran daerah ini. Apabila UU Pemda eksisting meminta dibentuknya PP tentang Desartada yang memuat perkiraan jumlah daerah pada periode tertentu, maka ketentuan tersebut yang menjadi penghambat pemekaran daerah selama ini dan dalam ini dihapuskan dalam draft RUU. Menurut Ketua Komite I DPD RI H. Fachrul Razi, apabila kelak rumusan baru tentang penataan daerah dalam revisi UU Pemda ini dapat disahkan, maka pintu pemekaran daerah akan otomatis terbuka. Daerah yang sudah siap untuk dimekarkan dapat langsung memulai proses pemekarannya. Namun tentu saja, lanjut Senator Razi, pemekaran tetap akan selektif dan terbatas untuk mencegah adanya ledakan pemekaran daerah. Itulah sebabnya tahapan daerah persiapan dalam proses pemekaran tetap dipertahankan. “Melalui revisi UU Pemda ini, DPD RI sebagai perwakilan daerah akan terus memperjuangkan aspirasi daerah untuk dapat mewujudkan pengembangan dan kemandirian daerah, demi terwujudnya demokrasi lokal, kemandirian daerah dan kesejahteraan masyarakat daerah,” ujar Fachrul Razi. Muatan lainnya yang turut dibahas adalah tentang kelembagaan dan status Satpol PP dan Camat dalam UU Pemda eksisting. Menurut Senator Razi, satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) memiliki fungsi yang sangat menentukan dalam penegakan ketertiban umum, peraturan dan regulasi daerah. Sebagai ujung tombak dari penegakan hukum daerah, Satpol PP merupakan organ pemerintah yang sering berhadapan langsung dengan berbagai peristiwa konkrit di masyarakat. Bahkan, tidak jarang harus bergesekan dengan masyarakat demi tegaknya hukum di daerah. “Namun demikian, dengan fungsi strategis itu, perhatian dari pemerintah terlihat minim. Bahkan, arah kebijakan hukum pemerintah cenderung kurang berpihak kepada Satpol PP, khususnya terkait status kepegawaian,” tambahnya. Seiring dengan terbitnya Keputusan Menpan RB Nomor 11 Tahun 2024 tentang Jabatan Pelaksana Aparatur Sipil Negara, terdapat indikasi status Satpol PP honorer akan dikonversi menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Padahal, Pasal 256 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) menghendaki status kepegawaian Satpol PP adalah sebagai jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil (PNS). Razi yang merupakan Senator dari Provinsi Aceh ini melanjutkan, bahwa sikap Komite I jelas, yaitu tidak setuju dengan alih status Satpol PP menjadi P3K. Pertama, karena secara terang-terangan melanggar UU Pemda Pasal 256. Melanggar UU Pemda berarti melanggar konstitusi, dan melanggar konstitusi sama saja dengan melanggar Pancasila. Kedua, dengan melihat sifat, beban dan risiko kerja Satpol PP, maka sudah semestinya terhadap 90 ribu Satpol PP saat ini diberikan status PNS yang memiliki kesejahteraan lebih baik daripada P3K, terlepas dari kedua-duanya digolongkan sebagai ASN. Posisi Satpol PP sangatlah strategis dan layak diperjuangkan menjadi PNS dengan sebuah filosofi bahwa Satpol PP adalah manusia yang perlu dimanusiakan. Satpol PP sudah mengabdi untuk negara, pemerintah, berdinas dengan meninggalkan keluarga dan rela berkorban menjadi ujung tombak pemerintahan. Pemerintahan akan tertib kalau Satpol PP kuat. Pemerintahan yang tidak tertib atau terganggu, akan menyebabkan investasi juga akan terganggu dan apabila investasi terganggu maka ekonomi pun akan merosot yang akhirnya memicu kemiskinan. Itulah sebabnya, Satpol PP harus diperjuangkan status kepegawaiannya. Apalagi, tidak sedikit pula Satpol PP yang sudah lama mengabdikan dirinya bahkan sampai ada yang 18 tahun namun tetap tidak mendapat kejelasan status. Selanjutnya, terkait dengan jabatan camat, Razi juga menilai perlu ada penguatan terhadap pengisian jabatan dan kewenangan camat. Saat ini setidaknya ada dua permasalahan mendasar terkait dengan camat. Pertama, jabatan camat acap kali tidak diisi oleh orang yang kompeten atau memiliki latar belakang pendidikan di bidang pemerintahan. Kedua, masalah keterbatasan kewenangan camat terutama untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintahan dibawahnya, yaitu desa. “Dua hal ini yang mesti dibenahi. Untuk itu, melalui prakarsa revisi UU Pemda, Komite I akan memastikan untuk mengawal penguatan atas status Satpol PP sebagai PNS dan penguatan kewenangan camat untuk menjamin efektivitas penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan yang menjadi cakupan tugasnya,” jelasnya. RUU tentang Perubahan Kelima Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah setelah diketok dalam kegiatan finalisasi ini selanjutnya akan memasuki tahap akhir yaitu proses harmonisasi antara Komite I dengan Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI dan selanjutnya RUU akan disahkan dalam Sidang Paripurna DPD RI pada bulan Juli nanti. Sumber : https://www.balipuspanews.com/komite-i-dpd-ri-segera-rampungkan-revisi-uu-pemda.html

Ketimbang Kerek Tarif PPN, DPD Sarankan Kemenkeu Optimalkan Pajak Platform Digital

2024-06-12T04:22:00Z oleh ntb

JAKARTA. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia menyarankan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengoptimalkan penerimaan pajak dari pos lain ketimbang harus menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Anggota DPD RI Achmad Sukisman Azmy menilai bahwa masih banyak potensi penerimaan pajak yang bisa dioptimalkan oleh pemerintah, salah satunya adalah menyasar pajak dari platform digital. "Inikan potensi yang sangat besar untuk menaikkan income bagi negara kita," ujar Sukisman dalam Rapat Komite IV DPD RI bersama Pemerintah, Selasa (11/6). Meski otoritas pajak sudah memungut pajak dari sektor tersebut, namun seiring dengan perkembangan teknologi, masih banyak platform digital yang belum terpungut pajak. "Kami sangat yakin perkembangan IT yang sangat luar biasa ini tidak semuanya bisa kita tarik pajak. Mungkin Google dan Facebook sudah tetapi kita melihat banyak sekali platform-platform yang lain belum," katanya. Tidak hanya itu, potensi penerimaan pajak dari jalur laut dan jalur darat juga belum terpungut secara optimal. "Banyak sekali sebetulnya potensi pajak yang bisa kita garap, di antaranya masih lowongnya jalur udara dan laut kita yang terbebas dari pajak. Seharusnya negara-negara atau siapapun yang melewati laut kita ini diberikan beban pajak," katanya. "Daripada dia keliling di luar Indonesia kan biayanya lebih tinggi, tetapi kalau masuk ke negara Indonesia ya mungkin diberikan pajak berapa persen ini juga akan baik untuk pertumbuhan ekonomi kita," imbuh Sukisman. Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pihaknya akan menyerahkan kebijakan tarif PPN 12% kepada pemerintahan baru, yakni pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. "Yang (tarif PPN) 12% adalah untuk tahun depan kami tentu serahkan kepada pemerintah baru," ujar Sri Mulyani. Sumber : https://nasional.kontan.co.id/news/ketimbang-kerek-tarif-ppn-dpd-sarankan-kemenkeu-optimalkan-pajak-platform-digital

DPD RI Bakal Tindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan Tahun 2023 dari BPK RI

2024-06-06T01:49:00Z oleh ntb

Jakarta — Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Sidang Paripurna Luar Biasa ke-4, dengan agenda penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) Tahun 2023 dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II beserta Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Tahun 2023 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Saat menyampaikan laporan yang terdiri dari satu LHP Keuangan, 288 LHP Kinerja, dan 362 LHP Dengan Tujuan Tertentu (DTT), Ketua BPK RI Isma Yatun menjelaskan, untuk hasil pemeriksaan pada periode RPJMN 2020-2023, tindak lanjut yang telah sesuai rekomendasi baru mencapai 52,9%, diantaranya tindak lanjut oleh pemerintah daerah dan BUMD baru mencapai 53,7%. “Dari tindak lanjut atas rekomendasi tersebut, BPK telah melakukan penyelamatan uang dan aset negara berupa penyerahan aset dan atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan atas hasil pemeriksaan tahun 2005 hingga 2023 sebesar Rp136,88 triliun, diantaranya oleh pemda dan BUMD sebesar Rp29,20 triliun,” kata Isma Yatun dalam Sidang yang dipimpin oleh Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti dan Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono di Nusantara V, Kompleks Parlemen, Rabu (5/6/2024). Sedangkan untuk hasil pemeriksaan RPJMN 2020-2023, lanjut Isma Yatun, penyelamatan uang dan aset negara berupa penyerahan aset dan atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan sebesar Rp21,87 triliun. “Diantaranya oleh pemerintah daerah dan BUMD sebesar Rp6,62 triliun,” imbuhnya. Berdasarkan laporan yang disampaikan BPK RI, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono menjelaskan bahwa dalam IHPS II Tahun 2023, terjadi peningkatan jumlah dan nilai temuan pada hasil pemeriksaan pemda dan BUMD. Di mana untuk IHPS II tahun 2022, terdapat 1.818 temuan senilai Rp750,21 miliar yang meningkat menjadi 3.266 temuan senilai Rp1,27 triliun pada IHPS II tahun 2023. "Jumlah permasalahan ketidakpatuhan pada hasil pemeriksaan Pemda dan BUMD juga mengalami peningkatan, yaitu dari 1.252 permasalahan dengan nilai Rp710,78 miliar pada IHPS II tahun 2022, menjadi 2.292 permasalahan senilai Rp1,17 triliun," imbuh Nono. Nono juga menjelaskan, pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLRHP) BPK RI telah menyampaikan 120.096 rekomendasi atas hasil pemeriksaan tahun 2020-2023. Jumlah ini meningkat dari periode 2020-2022 yang berjumlah 83.156 rekomendasi. "Namun rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan yang telah ditindaklanjuti entitas dengan penyerahan aset atau penyetoran uang ke kas negara atau daerah pada periode 2020-2023 justru lebih sedikit, yaitu Rp6,62 triliun dibandingkan periode 2020-2022 dengan jumlah Rp9,59 triliun," ucap Senator dari Maluku ini. Laporan hasil pemeriksaan keuangan negara oleh BPK RI selanjutnya akan digunakan sebagai bahan bagi DPD RI dalam melaksanakan fungsi pengawasan. Dalam pelaksanaan fungsi tersebut, DPD RI meminta perhatian serius pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan agar tidak menimbulkan kerugian bagi negara. "Kami juga meminta kepada seluruh Anggota dan Alat Kelengkapan DPD RI untuk menjadikannya sebagai catatan penting dalam pelaksanaan tugas-tugas konstitusional. Diharapkan dapat menjadi bahan dalam bersinergi dengan pemerintah daerah, khususnya dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK RI, demi perbaikan dan terwujudnya tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel,” kata Nono. Atas laporan LHP LKPP tahun 2023 dan IHPS tahun 2023 dari BPK RI, Pimpinan DPD RI pun menugaskan Komite IV DPD RI untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK RI tersebut. "Dan terkait dengan hasil pemeriksaan BPK RI yang berindikasi kerugian negara sesuai penelaahan Komite IV DPD RI, Pimpinan DPD RI meneruskan kepada Badan Akuntabilitas Publik untuk melakukan pembahasan dan penelaahan serta tindak lanjut," jelas Nono. Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komite IV DPD RI Elviana mengatakan terjadinya peningkatan temuan terhadap entitas pemeriksaan BPK RI, terutama terhadap pemda, disebabkan karena adanya peningkatan jumlah auditor BPK. Hal tersebut diketahui melalui kunjungan kerja yang dilakukan oleh Komite IV DPD RI ke beberapa provinsi. “Semakin banyak jumlah yang mengaudit semakin banyak yang ditemukan. Kami akan menindaklanjutinya bersama BAP DPD RI dengan konsultasi berikutnya dengan BPK RI atas nama Komite IV DPD RI,” ucapnya. Sementara itu, Wakil Ketua Komite IV DPD RI Novita Anakotta mengapresiasi kinerja BPK RI. Menurutnya BPK RI telah menyelamatkan uang negara, di mana dalam laporan yang disampaikan terdapat peningkatan jumlah uang negara yang dapat diselamatkan. Dirinya bersama Komite IV pun akan melakukan koordinasi dengan pemda terkait dalam hal tindak lanjut rekomendasi dari BPK RI. “Kami dari Komite IV yang mempunyai tupoksi untuk menindaklanjuti apa yang disampaikan BPK, akan kami lakukan ke provinsi-provinsi yang kami wakili, untuk mendorong pemda menindaklanjuti apa yang menjadi rekomendasi oleh BPK RI,” kata Novita. Sumber : https://rilis.id/Ekonomi/Berita/DPD-RI-Bakal-Tindaklanjuti-Laporan-Hasil-Pemeriksaan-Tahun-2023-dari-BPK-RI-nSnJR62

DPD RI Selesaikan Finalisasi RUU Perubahan Undang-Undang Kepariwisataan

2024-06-05T02:53:00Z oleh ntb

Jakarta — Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) menyelesaikan finalisasi perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. RUU ini akan dijadikan pandangan dan pendapat DPD RI terkait revisi UU Kepariwisataan yang dinilai sudah ketinggalan zaman, dan tidak sesuai dengan perkembangan kekinian di sektor pariwisata. “Komite III DPD RI berharap pada kegiatan finalisasi ini, kita dapat menyempurnakan muatan materi yang dianggap urgen atau penting dan hal-hal lainnya, untuk dapat dituangkan dalam draft RUU maupun Naskah Akademik yang telah disusun sejauh ini, agar nantinya RUU inisiatif Komite III DPD RI dapat bermanfaat untuk bangsa dan negara, khususnya masyarakat di daerah.” ucap Ketua Komite III DPD RI, Hasan Basri, di DPD RI, hari Selasa tanggal 4 Juni 2024. Ia juga berharap agar RUU Perubahan tersebut dapat mendorong sektor pariwisata, sehingga mampu merangsang peningkatan devisa negara, menciptakan lapangan kerja, dan memicu pertumbuhan ekonomi di daerah. “Sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.” imbuh Anggota DPD RI dari Kalimantan Utara, yang akrab dipanggil HB itu. Dalam rapat finalisasi tersebut, Ketua Tim Ahli RUU Perubahan UU Kepariwisataan Komite III DPD RI, Yahya Ahmad Zein, menjelaskan bahwa RUU asas berkelanjutan, dimana dalam RUU ini terdapat perubahan yang bertujuan untuk mempertegas asas berkelanjutan dalam pengembangan kepariwisataan, agar destinasi wisata tidak terancam keberadaannya. Kedua, adalah pengaturan kemitraan antara pusat dengan daerah. Ketiga, aspek inklusif, yang menekankan adanya keterlibatan masyarakat secara inklusif. Tujuannya agar stakeholder di daerah dapat terlibat semaksimal mungkin. “Di Undang-Undang lama atau Cipta Kerja belum terlalu komprehensif untuk menekankan keterlibatan stakeholder di daerah.” jelasnya. Keempat, lanjutnya, terkait peran dan tanggung jawab pemerintah. Dalam RUU Perubahan ini memperkuat peran dan tanggung jawab pemerintah, baik dalam perencanaan, pengembangan, dan pengawasan. Hal ini dikarenakan pengawasan pemerintah selama ini masih dinilai belum maksimal. Kelima, sistem informasi, yaitu mempertegas konteks sistem informasi sebagai bagian dari penyelenggaraan kepariwisataan sebagai unsur strategis. Keenam, memperjelas dan mempertegas peran Badan Promosi Pariwisata Indonesia dan keterkaitannya dengan pemerintah. “Ini ada di pasal 33. Jadi nanti desainnya badan promosi ini dilakukan oleh swasta yang bermitra dengan pemerintah sebagai fasilitator, dan bagian pemasarannya itu adalah Kementerian Pariwisata. Jadi pola desain badan ini tidak mengambil kewenangan di Kemenpar, tapi meletakkan dalam posisinya, sehingga pengusaha bisa tetap melakukan promosi dengan mekanisme kemitraan dengan pemerintah.” jelasnya. Dalam finalisasi RUU Perubahan UU Kepariwisataan ini, beberapa Anggota Komite III DPD RI pun menyampaikan masukan terkait pengembangan pariwisata Indonesia. Anggota DPD RI dari Gorontalo Rahmijati Jahja berharap agar dalam RUU Perubahan UU Kepariwisataan ini dapat mengatur mengenai adanya tambahan biaya-biaya terkait pariwisata yang justru membebani masyarakat. Dirinya mencontohkan wacana pemerintah yang akan memungut iuran pariwisata melalui tiket pesawat. Menurutnya kebijakan tersebut tidak tepat, karena akan membebani masyarakat. “Kok semua dipajakin, tiket, tol, PBB, tapera, semua kita dipajakin. Saya mohon ini perlu kita pikirkan, pariwisata boleh berkelanjutan, tapi jangan sampai kita jadi sapi perahan.” tegasnya. Sementara itu, Anggota DPD RI dari Sulawesi Selatan, Lily Amelia Salurapa, berharap agar RUU Perubahan yang diusung DPD RI dapat menciptakan pariwisata berkelanjutan yang juga mengoptimalkan peningkatan pertumbuhan ekonomi, menurunkan kemiskinan, dan mengurangi pengangguran. “Prinsip berkelanjutan sangat penting, di mana pengelolaannya harus didukung dengan sistem informasi terpadu, infrastruktur pelayanan yang kekinian, serta melibatkan paritispasi langsung masyarakat sehingga bisa tumbuh dengan pariwisata sebagai satu kesatuan.” imbuhnya. Sementara itu, Anggota DPD RI dari Jawa Tengah, Bambang Sutrisno, berpesan agar RUU Perubahan dapat menciptakan konsep kemitraan yang melindungi stakeholder dan masyarakat di daerah. Karena konsep kemitraan dalam pengelolaan pariwisata dapat membuka pintu masuk perusahaan asing yang justru menguasai pengelolaan destinasi wisata di daerah. “Kami mohon dalam kesempatan ini dipertegas ada pembatasan-pembatasan. Jangan sampai waktu diketok, kita kaget. Karena banyak sekali setiap ada keputusan UU banyak hal yang di luar dugaan kita.” jelasnya. Dalam kesempatan yang sama, Anggota DPD RI dari Bali Anak Agung Gde Agung berharap agar dalam RUU Perubahan UU Kepariwisataan ini dapat mendorong pengelolaan pariwisata yang mengutamakan penghormatan atas norma, adat, budaya, dan kearifan lokal masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan banyaknya wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia, terutama di Bali, justru melakukan tindakan yang merugikan masyarakat setempat dan telah mengarah ke tindakan kriminal. “Ini harus kita pikirkan. Pariwisata harus menghormati agama, adat dan budaya, serta kearifan lokal, ini adalah satu poin yang bagus.” ucapnya. Di akhir kegiatan, Anggota Komite III DPD RI pun menyetujui hasil penyusunan RUU Perubahan UU Kepariwisataan, dan akan melanjutkan di tahap selanjutnya berupa harmonisasi dengan Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI sebelum disahkan dalam Sidang Paripurna DPD RI. Sumber : https://www.viralsumsel.com/dpd-ri-selesaikan-finalisasi-ruu-perubahan-undang-undang-kepariwisataan/amp/