Jakarta — Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) menyelesaikan finalisasi perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
RUU ini akan dijadikan pandangan dan pendapat DPD RI terkait revisi UU Kepariwisataan yang dinilai sudah ketinggalan zaman, dan tidak sesuai dengan perkembangan kekinian di sektor pariwisata.
“Komite III DPD RI berharap pada kegiatan finalisasi ini, kita dapat menyempurnakan muatan materi yang dianggap urgen atau penting dan hal-hal lainnya, untuk dapat dituangkan dalam draft RUU maupun Naskah Akademik yang telah disusun sejauh ini, agar nantinya RUU inisiatif Komite III DPD RI dapat bermanfaat untuk bangsa dan negara, khususnya masyarakat di daerah.” ucap Ketua Komite III DPD RI, Hasan Basri, di DPD RI, hari Selasa tanggal 4 Juni 2024.
Ia juga berharap agar RUU Perubahan tersebut dapat mendorong sektor pariwisata, sehingga mampu merangsang peningkatan devisa negara, menciptakan lapangan kerja, dan memicu pertumbuhan ekonomi di daerah.
“Sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.” imbuh Anggota DPD RI dari Kalimantan Utara, yang akrab dipanggil HB itu.
Dalam rapat finalisasi tersebut, Ketua Tim Ahli RUU Perubahan UU Kepariwisataan Komite III DPD RI, Yahya Ahmad Zein, menjelaskan bahwa RUU asas berkelanjutan, dimana dalam RUU ini terdapat perubahan yang bertujuan untuk mempertegas asas berkelanjutan dalam pengembangan kepariwisataan, agar destinasi wisata tidak terancam keberadaannya.
Kedua, adalah pengaturan kemitraan antara pusat dengan daerah. Ketiga, aspek inklusif, yang menekankan adanya keterlibatan masyarakat secara inklusif. Tujuannya agar stakeholder di daerah dapat terlibat semaksimal mungkin.
“Di Undang-Undang lama atau Cipta Kerja belum terlalu komprehensif untuk menekankan keterlibatan stakeholder di daerah.” jelasnya.
Keempat, lanjutnya, terkait peran dan tanggung jawab pemerintah. Dalam RUU Perubahan ini memperkuat peran dan tanggung jawab pemerintah, baik dalam perencanaan, pengembangan, dan pengawasan. Hal ini dikarenakan pengawasan pemerintah selama ini masih dinilai belum maksimal.
Kelima, sistem informasi, yaitu mempertegas konteks sistem informasi sebagai bagian dari penyelenggaraan kepariwisataan sebagai unsur strategis. Keenam, memperjelas dan mempertegas peran Badan Promosi Pariwisata Indonesia dan keterkaitannya dengan pemerintah.
“Ini ada di pasal 33. Jadi nanti desainnya badan promosi ini dilakukan oleh swasta yang bermitra dengan pemerintah sebagai fasilitator, dan bagian pemasarannya itu adalah Kementerian Pariwisata. Jadi pola desain badan ini tidak mengambil kewenangan di Kemenpar, tapi meletakkan dalam posisinya, sehingga pengusaha bisa tetap melakukan promosi dengan mekanisme kemitraan dengan pemerintah.” jelasnya.
Dalam finalisasi RUU Perubahan UU Kepariwisataan ini, beberapa Anggota Komite III DPD RI pun menyampaikan masukan terkait pengembangan pariwisata Indonesia. Anggota DPD RI dari Gorontalo Rahmijati Jahja berharap agar dalam RUU Perubahan UU Kepariwisataan ini dapat mengatur mengenai adanya tambahan biaya-biaya terkait pariwisata yang justru membebani masyarakat.
Dirinya mencontohkan wacana pemerintah yang akan memungut iuran pariwisata melalui tiket pesawat. Menurutnya kebijakan tersebut tidak tepat, karena akan membebani masyarakat.
“Kok semua dipajakin, tiket, tol, PBB, tapera, semua kita dipajakin. Saya mohon ini perlu kita pikirkan, pariwisata boleh berkelanjutan, tapi jangan sampai kita jadi sapi perahan.” tegasnya.
Sementara itu, Anggota DPD RI dari Sulawesi Selatan, Lily Amelia Salurapa, berharap agar RUU Perubahan yang diusung DPD RI dapat menciptakan pariwisata berkelanjutan yang juga mengoptimalkan peningkatan pertumbuhan ekonomi, menurunkan kemiskinan, dan mengurangi pengangguran.
“Prinsip berkelanjutan sangat penting, di mana pengelolaannya harus didukung dengan sistem informasi terpadu, infrastruktur pelayanan yang kekinian, serta melibatkan paritispasi langsung masyarakat sehingga bisa tumbuh dengan pariwisata sebagai satu kesatuan.” imbuhnya.
Sementara itu, Anggota DPD RI dari Jawa Tengah, Bambang Sutrisno, berpesan agar RUU Perubahan dapat menciptakan konsep kemitraan yang melindungi stakeholder dan masyarakat di daerah. Karena konsep kemitraan dalam pengelolaan pariwisata dapat membuka pintu masuk perusahaan asing yang justru menguasai pengelolaan destinasi wisata di daerah.
“Kami mohon dalam kesempatan ini dipertegas ada pembatasan-pembatasan. Jangan sampai waktu diketok, kita kaget. Karena banyak sekali setiap ada keputusan UU banyak hal yang di luar dugaan kita.” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota DPD RI dari Bali Anak Agung Gde Agung berharap agar dalam RUU Perubahan UU Kepariwisataan ini dapat mendorong pengelolaan pariwisata yang mengutamakan penghormatan atas norma, adat, budaya, dan kearifan lokal masyarakat setempat.
Hal ini dikarenakan banyaknya wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia, terutama di Bali, justru melakukan tindakan yang merugikan masyarakat setempat dan telah mengarah ke tindakan kriminal.
“Ini harus kita pikirkan. Pariwisata harus menghormati agama, adat dan budaya, serta kearifan lokal, ini adalah satu poin yang bagus.” ucapnya.
Di akhir kegiatan, Anggota Komite III DPD RI pun menyetujui hasil penyusunan RUU Perubahan UU Kepariwisataan, dan akan melanjutkan di tahap selanjutnya berupa harmonisasi dengan Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI sebelum disahkan dalam Sidang Paripurna DPD RI.
Sumber : https://www.viralsumsel.com/dpd-ri-selesaikan-finalisasi-ruu-perubahan-undang-undang-kepariwisataan/amp/