Ketua Komite IV DPD RI, Amang Syafrudin, memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dalam rangka pengawasan atas Pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) 2005-2025. Amang menjelaskan rapat tersebut dilakukan agar perencanaan pembangunan selama 20 tahun sejak 2005 dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan tujuan nasional.
“RPJPN 2005-2025 adalah perencanaan pembangunan nasional periode 20 tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional,” kata Amang dalam keterangan pers, Selasa (23/1/2024).
Amang menjelaskan RPJPN merupakan acuan sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi.
Lebih lanjut, dia menuturkan, RPJPN menjadi penjelasan atas tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi, misi, dan arah Pembangunan Nasional.
“Mengingat bahwa UU No. 17 tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025 akan segera berakhir dan saat ini RUU RPJPN 2025-2045 dalam tahap pembahasan, maka Komite IV memandang perlu untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU RPJPN 2005-2025 guna melakukan evaluasi atas realisasi program pembangunan Pemerintah yang tertuang dalam RPJPN 2005-2025 untuk kemudian dijadikan dasar dalam pembahasan RUU RPJPN 2025-2045,” kata Amang.
Hadir dalam agenda tersebut, Guru Besar Ekonomi Politik Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Didin S Damanhuri. Dia menyampaikan secara historis pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan.
Periode Pemerintahan 1969-1997 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,77%, periode 2005-2014 sebesar 5,72%, dan pada periode 2015-2019 sebesar 5,03% rata-rata lebih rendah dari periode sebelumnya.
“Kualitas Pertumbuhan Ekonomi dilihat dari sisi kuantitas dan kualitas mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari pertama Rincian Laju Pertumbuhan Lapangan Usaha (Sektor); kedua Rincian Komponen Sisi Pengeluaran; ketiga, dampak Pertumbuhan Ekonomi thd tingkat Pengangguran dan Kemiskinan,” kata Didin.
Dalam paparannya, Didin menyebut sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja yaitu pertanian hanya tumbuh 1,77% (2020), 1,87% (2021) dan 2,25% (2022). Rata-rata pertumbuhan sektor Pertanian 2015-2022 hanya mencapai 3,05%.
Sementara pertumbuhan sektor Industri Pengolahan tahun 2022 sebesar 4,89%, lebih rendah dari pada pertumbuhan ekonomi. Secara rata-rata 2015-2022 hanya tumbuh 3,29%. Sementara, porsi terhadap PDB yang 2014 masih 21,08%, tahun 2022 tinggal 18,34%.
Dari sisi Pengeluaran untuk Investasi 2022 hanya tumbuh 3,87% (di bawah pertumbuhan ekonomi). Rata-rata tahun 2015-2022 juga lebih rendah dari pada pertumbuhan ekonomi (2018 tertinggi hanya mencapai 3,68). Pada periode 2005-2014, mencapai 9%.
Sementara, untuk Konsumsi Rumah Tangga 4,93% untuk 2022, minus 2,63% 2020 dan 2,02% tahun 2021. Dari sisi Pengeluaran Pemerintah malah minus 4,51% untuk 2022, Rata2 2015-2022 hanya 2,15%. Dari sisi ekspor tumbuh pesat 16,28% (2022), 17,95% (2021) 8,42% (2020), tapi 85% berasal dari Sawit, Batubara besi-baja yang kecil dampaknya ekonomi rakyat dan sangat tergantung kepada harga-harga internasional.
Dari sisi pengurangan kemiskinan yang masih 9,57% atau 26,36 jt (2022) penurunannya sangat kecil dibandingkan sebelumnya. Selama 2014-2022 yang hanya berkurang 1,37 juta dari 27,73 juta atau 10,96% (2014).
“Secara umum dapat digaris bawahi bahwa Indonesia akan sulit mencapai pertumbuhan ekonomi sebagaimana ditargetkan dalam RPJPN 2005-2024,” kata Didin.
Lebih lanjut, ada sejumlah cara untuk bisa keluar dari penurunan ekonomi. Indonesia bisa melaksanakannya dengan cara heterodoksi pembangunan atau keluar dari mainstream dengan ciri-ciri makro sebagai berikut:
1. Ada ideologi nasional yang kuat untuk menghadapi hegemoni negara-negara maju (advance capitalist state).
2. Peran active state yang mampu mencegah akuisisi kaum modal thd pasar dan mencegah kaum modal untuk mengendalikan negara menjadi alat untuk akumulasi kapital dan kepentingan mereka sendiri.
3. Adanya independensi kebijakan pembangunan.
4. Adanya kemandirian ekonomi, kedaulatan politik dan Aksi Kebijakan berbasis sustainable development (ekonomi, sosial dan ekologi).
5. Adanya kemandirian pangan, energi, finansial, teknologi dan pelaku bisnis untuk Kepentingan Nasional.
Sumber : https://tirto.id/dpd-ri-gelar-rdpu-pengawasan-dan-evaluasi-rpjpn-2005-2025-gUQA